Makanan dan Minuman Bag. 1
MAKANAN DAN MINUMAN
A. Pendahuluan
Makanan merupakan salah satu bahan pokok dalam rangka
pertumbuhan dan kehidupan bangsa, serta mempunyai peranan penting dalam
pembangunan nasional. Demikian juga masyarakat harus dilindungi keselamatan dan
kesehatannya dari makanan yang tidak memenuhi syarat serta kerugian akibat dari
perdagangan yang tidak jujur.
Dengan
kata lain, bahwa makanan harus aman,
layak dikonsumsi, bermutu, bergizi, serta beragam dan tersedia dalam jumlah
yang cukup. Oleh karena itu pemerintah perlu melakukan pengawasan dalam hal
pengadaan dan peredaran makanan dalam bentuk penetapan beberapa peraturan
perundang-undangan di bidang makanan sebagai dasar dalam pelaksanaan pengawasan
makanan.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang RI No.7 tahun 1996
tentang Pangan pada tanggal 4 November 1996, pengawasan makanan tidak hanya
didasarkan pada Permenkes RI di bidang makanan tetapi juga berdasarkan pada UU
RI tersebut terdapat pengertian Pangan
dan Pangan Olahan.
Berdasarkan UU RI No.7 tahun
1996, terdapat pengertian :
Pangan
|
adalah segala
sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak
diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan,bahan baku pangan,dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan pengolahan dan atau pembuatan makanan atau
minuman.
|
Pangan Olahan
|
adalah makanan
atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa
bahan tambahan.
|
Sedangkan di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Men.Kes/Per/XII/1976 tentang
Produksi dan Peredaran Makanan,
yang dimaksud dengan :
1.
Makanan, adalah barang yang digunakan sebagai makanan
atau minuman manusia, termasuk permen karet dan sejenisnya, akan tetapi bukan
obat.
2.
Memproduksi, adalah membuat,
mengolah, mengubah bentuk, mengawetkan, membungkus kembali untuk diedarkan.
3.
Mengedarkan, adalah menyajikan
di tempat penjualan, menyerahkan, memiliki atau mempunyai persediaan di tempat
penjualan, dalam rumah makan, di pabrik yang memproduksi, di ruangan perusahaan
lain dari pada yang disebut di atas, di halaman, dalam kendaraan, kapal udara,
kapal laut, perahu atau di tempat lain, kecuali jika makanan itu nyata-nyata
untuk konsumsi sendiri.
4.
Standar mutu, adalah ketentuan
yang ditetapkan oleh Menteri mengenai nama, bahan baku, bahan tambahan, bahan
penolong, komposisi, wadah, pembungkus serta ketentuan lain untuk pengujian
tiap jenis makanan.
5.
Bahan baku, adalah bahan dasar
yang digunakan untuk memproduksi makanan.
6.
Bahan tambahan, adalah bahan yang ditambahkan pada
pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu, termasuk pewarna, penyedap rasa dan
aroma, pemantap, anti oksidan, pengawet, pengemulsi, anti gumpal, pematang,
pemucat dan pengental.
7.
Bahan Penolong, adalah bahan yang digunakan untuk membantu
pengolahan makanan.
B. Persyaratan Produksi
Makanan
yang diproduksi dan diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi syarat-syarat
keselamatan, kesehatan, standar mutu atau persyaratan-persyaratan lain yang
ditetapkan oleh Menteri untuk tiap jenis makanan.
Sesuai
dengan Undang-Undang Pangan untuk Pangan Olahan Tertentu, wajib
menyelenggarakan tata cara pengolahan pangan yang dapat menjaga kandungan gizi
bahan baku pangan yang digunakan. Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan
tersebut Pemerintah menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 23/Menkes/SK/I/1978, tentang Pedoman Cara Produksi Makanan Yang
Baik (CPMB), yang merupakan penuntun bagi produsen makanan untuk meningkatkan
mutu hasil produksinya.
Hal-hal
yang harus dipenuhi oleh produsen makanan di dalam pedoman CPMB tersebut, adalah
:
1.
Lokasi, berada di tempat yang bebas dari pencemaran,
dan sebaliknya tidak boleh mencemari daerah sekitarnya.
2.
Bangunan, harus memenuhi syarat higiene dan sanitasi
dan tidak boleh digunakan selain untuk memproduksi makanan/minuman.
3.
Alat
produksi, memenuhi syarat teknis dan higiene, tidak melepaskan unsur
yang membahayakan kesehatan, terpelihara dengan baik dan hanya digunakan untuk
memproduksi makanan/minuman.
4.
Bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong; harus
memenuhi standar mutu dan persyaratan lain yang ditetapkan
5.
Proses pengolahan, harus diusahakan hasil produksi
memenuhi standar mutu dan persyaratan lain yang ditetapkan Menteri Kesehatan
tidak merugikan dan membahayakan kesehatan.
6.
Karyawan , yang
berhubungan dengan produksi harus sehat, bersih dan tidak berpenyakit menular.
C. Persyaratan Impor
Makanan
impor yang akan diedarkan di wilayah
Indonesia harus :
1.
Sudah didaftarkan di Depkes RI
(sekarang Badan POM), sesuai Permenkes RI No. 382/Menkes/Per/VI/1989
tentang : Pendaftaran Makanan.
2.
Harus aman dan layak dikonsumsi
manusia, yang dinyatakan dengan Sertifikat Kesehatan yang diterbitkan oleh
instansi yang berwenang di negara asal.
Untuk makanan tertentu, harus juga
disertai dengan Sertifikat Bebas Radiasi (Kep Menkes RI No.
00474/B/II/1987 tentang Keharusan Menyertakan Sertifikat Kesehatan
dan Serifikat Bebas Radiasi untuk Makanan Impor).
3.
Untuk impor bahan baku
makanan, selain harus disertai dengan
Sertifikat Kesehatan dan untuk bahan baku makanan tertentu yang diimpor dari
negara tertentu disertai dengan Sertifikat Bebas Radiasi, juga harus dilengkapi Sertifikat Analisa,
untuk menjamin bahwa bahan baku tersebut memenuhi standar mutu dan persyaratan
lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (sekarang Badan POM)
4.
Untuk makanan yang berasal dari
hewani harus ada pernyataan halal.
D. Wadah Pembungkus dan Label
Wadah
dan pembungkus makanan harus terbuat dari bahan yang tidak membahayakan
kesehatan, tidak merusak / menurunkan mutu makanan, juga harus dapat melindungi dan
mempertahankan mutu isinya.
Sebagai
pelaksanaan dari UU RI No.7 tahun 1996 telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah
No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan maka Permenkes RI yang mengatur
tentang Label dan Iklan tidak berlaku lagi.
Berdasarkan
PP No.69 tahun 1999 label makanan harus memuat :
1.
|
Bagian Utama harus mencantumkan :
§ Nama Dagang
§ Nama Jenis makanan
§ Isi bersih / Netto
§ Nama dan alamat pabrik / importir
|
2.
|
Bagian
lain dari label harus mencantumkan :
§ Komposisi
§ Nomor Pendaftaran (MD / ML )
§ Kode produksi
§ Tanggal kadaluarsa yang dinyatakan dengan kalima “Baik digunakan
sebelum…”
§ Petunjuk Penyimpanan (untuk produk-produk tertentu)
§ Petunjuk Penggunaan
§ Informasi Nilai Gizi (untuk produk-produk tertentu)
§ Tulisan atau persyaratan khusus misalnya :
a)
Susu Kental Manis
(Per.Men.Kes RI No. 78/ Menkes/
Per/XII/1975 tentang Ketentuan Peredaran dan Penandaan Susu Kental
Manis), harus dicantumkan tanda peringatan yang berbunyi “Perhatian
! Tidak cocok untuk bayi” (huruf merah dalam kotak persegi merah).
b)
Makanan yang mengandung bahan
yang berasal dari babi, (Permenkes RI.No.280/Menkes/Per/XI/1976 tentang
Ketentuan Peredaran dan Penandaan pada Makanan yang mengandung bahan
berasal dari babi), harus dicantumkan
tanda peringatan berupa Gambar babi
dan tulisan berbunyi “Mengandung Babi”, ditulis dengan huruf besar,
berwarna merah dalam kotak persegi yang juga berwarna merah dengan ukuran
minimal Univers medium corps 12.
c)
Pengganti Air Susu Ibu, tulisan
dan logo Halal (Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.924/Menkes/SK/VIII/1996 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan
RI No.82/Menkes/ SK/ I/1996 tentang Pencantuman Tulisan Halal Pada Label
Makanan) jika makanan tidak mengandung unsur atau bahan yang terlarang atau
haram dan telah memperoleh Sertifikat Halal dari MUI (Majelis Ulama
Indonesia) serta Surat Persetujuan Pencantuman Tulisan Halal pada Label dari
Departemen Kesehatan (sekarang Badan POM).
Makanan Halal
(berdasarkan Permenkes RI nomor 82/1996) adalah semua jenis
makanan dan minuman yang
tidak mengandung unsur atau bahan yang terlarang/haram dan atau yang diolah/diproses
menurut hukum Agama
Islam.
Produk makanan yang dapat mencantumkan tulisan
“Halal” sebagai berikut :
§ Bumbu masak
§ Kecap
§ Biskuit
§ Minyak Goreng
§ Susu, Es Krim
§ Coklat/permen
§ Daging dan
hasil olahannya
§ Produk yang
mengandung minyak hewan, gelatin, shortening, lecithin
§ Produk lain
yang dianggap perlu.
Produk-produk
makanan tersebut di atas harus :
1.
Memenuhi
persyaratan makanan halal berdasarkan hukum Islam.
2.
Diproduksi sesuai dengan cara pengolahan makanan
Halal. Pencantuman tulisan Halal pada Label makanan hanya dapat dilakukan
setelah mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal POM ( sekarang Badan
POM).
Pemberian persetujuan pencantuman tulisan
Halal diberikan setelah dilakukan penilaian oleh Tim Penilai.Tim penilai
terdiri dari unsur Departemen Kesehatan (sekarang Badan POM) dan Departemen
Agama yang ditunjuk. Hasil penilaian Tim Penilai disampaikan kepada Dewan
Fatwa untuk memperoleh persetujuan atau penolakan.
|
3.
|
Kalimat dan
kata-kata yang digunakan pada label harus sekurang-kurangnya dalam bahasa Indonesia
atau bahasa lainnya dengan
menggunakan huruf latin.
|
4.
|
Etiket tidak boleh mudah lepas, luntur karena air, gosokan atau pengaruh sinar matahari.
|
E. Bahan Tambahan Makanan / Pangan (BTM/BTP)
(Per.Men.Kes. No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan dan
Permenkes RI No.1186
tahun 1999 tentang Perubahan
atas Permenkes RI
No.722/Menkes/ Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan)
Dasar pertimbangan
ditetapkannya peraturan ini adalah :
1.
Bahan makanan yang menggunakan bahan tambahan
makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan mempunyai pengaruh langsung terhadap
kesehatan manusia.
2.
Bahwa masyarakat perlu dilindungi dari makanan yang
menggunakan bahan tambahan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Bahan
tambahan makanan adalah bahan
yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
ingredien khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan
untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau
diharapkan menghasilkan (langsung / tidak langsung) suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Nama bahan tambahan
makanan menggunakan nama generik, nama
Indonesia atau nama Inggris. Bahan tambahan makanan tersebut dilarang
penggunaannya jika :
a.
Untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau
tidak memenuhi syarat.
b.
Untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk makanan.
c.
Untuk menyembunyikan kerusakan makanan
Bahan tambahan yang diproduksi, diimpor atau diedarkan harus memenuhi
persyaratan yang tercantum dalam Kodeks Makanan Indonesia tentang bahan
tambahan makanan atau persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menkes. Penggunaan
bahan tambahan makanan dibatasi jumlahnya,
yang disebut Batas Maksimum
Penggunaan (BMP).
Penggolongan bahan tambahan makanan yang boleh digunakan dan contohnya sebagai berikut :
1.
Antioksidan, untuk mencegah /
menghambat oksidasi. Contohnya asam
askorbat, dalam buah kaleng butil
hidroksi, anisol atau butil hidroksi toluen dalam lemak / minyak.
2.
Anti kempal, dapat mencegah
mengempalnya makanan yang berupa serbuk . Contohnya kalsium aluminium
silikat, dalam garam meja.
3.
Pengatur
keasaman, dapat mengasamkan, menetralkan,
mempertahankan derajat keasaman makanan. Contohnya asam sitrat, dalam sayur / buah kalengan amonium,
bikarbonat dalam coklat.
4.
Pemanis buatan, dapat menyebabkan
rasa manis pada makanan, tidak atau
hampir tidak mempunyai nilai gizi Contohnya sakarin, dalam minuman ringan berkalori
rendah dan siklamat, dalam selai
dan jeli aspartam, hanya boleh dalam
bentuk sediaan.
5.
Pemutih dan
pematang tepung, dapat mempercepat proses
pemutihan atau pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
Contohnya asam askorbat dalam tepung, natrium stearil fumarat dalam roti dan
sejenisnya.
6.
Pengemulsi, pemantap
dan pengental, dapat membantu
terbentuknya atau memantapkan
sistem dispersi yang homogen pada
makanan. Contohnya hidroksi propil metil selulosa dalam es krim dan agar dalam
sardin kalengan.
7.
Pengawet, mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman atau
penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Contohnya
asam benzoat dalam kecap, asam propionat
dalam roti.
8.
Pengeras, dapat memperkeras
atau mencegah melunaknya makanan. Contohnya aluminium natrium sulfat dalam acar
ketimun dan kalsium glukonat dalam buah
kalengan.
9.
Pewarna, memperbaiki atau memberi warna pada makanan.
Contohnya :
Pewarna
alami :
Klorofil dalam jem dan jeli serta Kurkumin dalam lemak dan minyak makan,
Titanium oksida, dalam kembang gula
Pewarna sintetik : Tartrazin dalam kapri kalengan ; Eritrosin dalam udang kalengan; Ponceau-4R
dalam minuman ringan.
10.
Penyedap rasa
dan aroma, penguat rasa, dapat memberikan,
menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya etil vanilin dalam makanan bayi kalengan.
11.
Sekuestran, dapat mengikat
ion logam yang ada dalam makanan. Contohnya isopropil sitrat dalam margarin, kalsium dinatrium dalam udang kalengan.
12.
Humektan, adalah bahan
tambahan yang dapat menyerap lembab sehingga dapat mempertahankan kadar air dalam makanan. Contohnya glyserol .
Beberapa
Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan untuk makanan berdasarkan
Permenkes RI nomor 722 tahun 1998 dan Permenkes RI nomor 1168 tahun 1999
sebagai berikut :
a.
Asam borat dan turunannya, contoh : Borax ( Natrium
Tetra Borat).
b.
Asam salisilat dan garamnya.
c.
Dulsin
d.
Dietil Pirokarbonat
e.
Formalin atau Formaldehida
f.
Kloramfenikol
g.
Nitrofurazon
h.
Minyak nabati yang dibrominasi
i.
Kalium Klorat
j.
Kalium Bromat
F. Makanan Industri Rumah Tangga dan Jasa Boga
|
|
1.
|
Makanan
Industri Rumah Tangga (Kep.Men.Kes.
RI. No. 02912/B/SK/IX/1986 tentang
Penyuluhan bagi perusahaan makanan industri rumah tangga).
Yang dimaksud
dengan makanan industri rumah tangga adalah makanan yang diproduksi oleh
perusahaan yang wajib memiliki Surat Tanda Pendaftaran Industri Kecil
dengan jumlah nilai investasi untuk mesin dan peralatan sebesar Rp.
500.000,- s/d Rp. 10.000.000,-
Dasar pertimbangan ditetapkannya
Kep.Men.Kes tersebut adalah :
a.
Makanan hasil produksi perusahaan makanan industri
rumah tangga perlu dikembangkan, agar
mempunyai peranan yang lebih besar dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
b.
Sebagian besar pengusaha makanan industri rumah
tangga belum mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk higiene
pengolahan makanan.
c.
Keamanan makanan hasil produksi perusahaan makanan
industri rumah tangga tetap perlu dipelihara agar tidak mengganggu kesehatan.
d.
Kemampuan para pengelola perusahaan makanan
industri rumah tangga masih terbatas untuk melakukan proses registrasi
produknya.
Perusahaan makanan
industri rumah tangga yang telah mengikuti penyuluhan :
§ Hanya wajib mencantumkan nomor sertifikat
penyuluhannya pada label makanan yang diproduksinya.
§ Dibebaskan dari
kewajiban didaftarkan pada Depkes,
bagi makanan yang namanya tercantum pada sertifikat penyuluhan.
§ Wajib
mendaftarkan makanannya, jika
berupa susu dan hasil olahnya
(misalnya yoghurt, susu fermentasi),
makanan bayi (misalnya tepung beras merah untuk bayi), makanan kalengan
steril komersial (misalnya selei, acar), minuman beralkohol.
Perusahaan makanan
industri rumah tangga yang belum mengikuti penyuluhan, wajib mendaftarkan
semua hasil produksinya.
|
2.
|
Jasa Boga (Per.Men.Kes. RI. No.
712/Menkes/Per/X/1986 tentang Persyaratan Kesehatan Jasa Boga).
Yang dimaksud Jasa Boga adalah
Perusahaan / perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan makanan yang
disajikan di luar tempat usaha atau dasar pesanan.
Dasar
pertimbangan ditetapkannya Permenkes ini adalah Pengelolaan makanan yang baik
dan memenuhi persyaratan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk mencapai
tingkat kesehatan masyarakat yang optimal dan perlu disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta masyarakat perlu
dilindungi dari kemungkinan gangguan kesehatan akibat pengelolaan jasa boga
yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Penggolongan jasa boga
berdasarkan jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya resiko masyarakat
yang dilayani, adalah :
a.
Jasa boga golongan A, melayani kebutuhan
masyarakat umum.
b. Jasa boga golongan B, yang melayani
kebutuhan khusus untuk asrama penampungan jamaah haji, asrama transito,
pengeboran lepas pantai, perusahaan.
c.
Jasa boga golongan
C, melayani kebutuhan untuk
alat angkutan umum internasional dan pesawat udara.
|
G. Makanan Daluwarsa
(Permenkes No.
180/Menkes/Per/IV/1985 tentang
Makanan Daluwarsa).
Dasar
pertimbangan ditetapkannya Permenkes ini adalah karena makanan tertentu dapat
mengalami penurunan mutu dalam waktu relatif singkat yang dapat merugikan atau
membahayakan kesehatan manusia, serta
untuk melindungi konsumen dari penggunaan makanan yang tidak memenuhi
persyaratan mutu dan keamanan.
Makanan daluwarsa adalah makanan yang telah lewat tanggal
daluwarsa.
Tanggal daluwarsa adalah batas akhir suatu makanan dijamin
mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang diberikan
produsen.
Makanan tertentu yang wajib
mencantumkan tanggal daluwarsa
adalah :
- Susu pasteurisasi
- Susu steril
- Susu fermentasi
- Susu bubuk
- Makanan atau minuman yang mengandung susu
- Makanan bayi
- Makanan kalengan yang steril komersial
Sedangkan menurut
Keputusan Dirjen. POM No.
02591/B/SK/ VIII/1991 tentang Perubahan lampiran Permenkes No. 180/Menkes/Per/IV/1985 tentang Makanan Daluwarsa, ditambah
:
- Roti, biskuit dan produk sejenisnya
- Makanan rendah kalori
- Makanan penambah zat gizi (nutrient supplement)
- Coklat dan produknya
- Kelapa dan hasil olahannya
- Minyak dan lemak
- Margarin
- Mentega kacang
- Produk telur
- Saos
- Minuman ringan tidak berkarbonat
- Sari buah
Cara pencantuman tanggal daluwarsa dan
peringatan :
§
Dinyatakan dalam tanggal, bulan dan tahun untuk makanan yang daya
simpannya sampai 3 bulan; sedang untuk yang lebih 3 bulan dinyatakan
dalam bulan dan tahun.
§
Dapat dicantumkan pada tutup botol, bagian bawah
kaleng, bagian atas dos dan tempat lain yang sesuai, jelas dan mudah terbaca.
§
Pada label harus dicantumkan secara jelas dan mudah
dibaca, peringatan yang berbunyi : “Baik digunakan sebelum ………
(isikan tanggal daluwarsa)
Makanan yang rusak sebelum
maupun sesudah tanggal daluwarsa dinyatakan sebagai bahan berbahaya.
H. Pengganti Air
Susu Ibu ( PASI)
(Per.Men.Kes. RI
No. 240/Menkes/Per/V/1985 tentang
Pengganti Air Susu Ibu)
Dasar
pertimbangan ditetapkannya Permenkes ini adalah
:
1.
Air Susu Ibu merupakan makanan yang paling baik dan
tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan yang sehat bagi bayi dan oleh karena
itu penggunaannya perlu dilindungi dan dilestarikan.
2.
Pengganti air susu ibu diperlukan bagi ibu yang sama
sekali tidak dapat atau kurang mampu menyusui bayinya.
3.
Dewasa ini banyak diproduksi dan diedarkan pengganti
air susu ibu yang jika penggunaannya tidak tepat dapat merugikan kesehatan.
Yang dimaksud
dengan :
§
Pengganti Air Susu Ibu adalah makanan bayi
yang secara tunggal dapat
memenuhi kebutuhan gizi serta pertumbuhan dan perkembangan bayi sampai
berumur 4 dan 6 bulan, misalnya Susu
Formula untuk bayi.
§ Bayi adalah
anak yang berumur sampai 12 bulan.
§
Nilai Gizi
adalah : jumlah zat hidrat arang, lemak, protein,
mineral, vitamin dan air yang terkandung dalam pengganti air susu ibu.
Dalam peraturan ini
ditetapkan :
1.
Perusahaan yang memproduksi dan
mengimpor PASI, harus mendapat
persetujuan dari Dirjen POM (sekarang Badan POM).
2.
PASI harus diproduksi menurut cara produksi yang
baik untuk makanan bayi dan anak, harus memenuhi standar mutu dan persyaratan
lain yang ditetapkan.
3.
PASI, botol susu,
dot susu hanya boleh beredar setelah terdaftar pada Depkes
(sekarang Badan POM).
Label
PASI harus memenuhi ketentuan tentang label dan Periklanan Makanan, selain itu juga harus mencantumkan :
a.
Pernyataan tentang keunggulan ASI
b.
Pernyataan yang menyatakan bahwa PASI digunakan atas
nasehat tenaga kesehatan, serta penggunaanya secara tunggal dapat memenuhi
kebutuhan bayi sampai berumur antara 4
dan 6 bulan.
c.
Petunjuk cara mempersiapkan dan penggunaannya
d.
Petunjuk cara penyimpanan
e.
Tanggal daluwarsa
f.
Nilai gizi
g.
Penjelasan tanda-tanda yang menunjukkan bilamana
PASI sudah tidak baik lagi dan tidak boleh diberikan pada bayi
Larangan
:
1. Pada label dilarang
mencantumkan :
a.
Gambar bayi
b.
Gambar atau tulisan yang dapat memberikan kesan,
bahwa penggunaan PASI merupakan sesuatu yang ideal
c.
Tulisan
“Semutu ASI” atau tulisan-tulisan
lain yang semakna
d.
Tulisan
“PASI”
2. Dalam kegiatan pemasaran PASI pada sarana
pelayanan kesehatan, badan usaha dilarang
(Keputusan Dirjen POM No. 02048/B/SK/VI/1991 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Permenkes RI No. 240/Menkes/Per/V/1985 di bidang Pemasaran PASI)
a.
Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan yang
tidak bersifat ilmiah, tidak objektif ataupun yang memberi kesan seolah-olah
manfaat PASI sama atau lebih dari ASI, atau
b.
Menggunakan sarana pelayanan kesehatan untuk pemasaran
PASI, atau
c.
Memberikan sesuatu dalam bentuk apapun kepada sarana
pelayanan kesehatan termasuk tenaga kesehatan dengan maksud untuk meningkatkan
pemasaran PASI, atau
d.
Menjadi sponsor kegiatan sarana pelayanan kesehatan
dengan imbalan promosi PASI baik secara jelas maupun secara tersamar.
e.
Memberikan sampel secara cuma-cuma atau sesuatu
dalam bentuk apapun kepada wanita hamil atau ibu yang baru melahirkan, atau
f.
Menjajakan, menawarkan atau menjual PASI langsung ke
rumah-rumah, atau
g.
Memberikan potongan harga atau tambahan atau sesuatu
dalam bentuk apapun atas pembelian PASI sebagai daya tarik penjualan, atau
h.
Menggunakan tenaga kesehatan untuk memberikan
informasi tentang PASI kepada masyarakat.
3. Larangan khusus :
Dilarang
melakukan iradiasi terhadap PASI dan bahan yang digunakan untuk memproduksinya.
Bahwa
untuk menghasilkan produk makanan yang memenuhi persyaratan mutu dan aman bagi
kesehatan bayi dan anak, maka
ditetapkan :
§ Kep.Dirjen POM No. 02664/B/SK/VIII/1991
tentang Persyaratan Mutu dan Aman
§ Kep.Dirjen POM
No. 02665/B/SK/VIII/1991 tentang Cara Produksi Makanan Bayi dan Anak
dimana antara lain, bahwa produksi
makanan untuk bayi dan anak harus dilakukan menurut Pedoman Higiene Pengolahan
untuk Makanan Bayi dan Anak.
UUK : Makanan Minuman 3
I. Minuman Keras ( Minuman Beralkohol)
(Permenkes RI No.
86/Menkes/Per/IV/1977 tentang Minuman
Keras)
Pertimbangannya
adalah karena penggunaan minuman keras dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Yang dimaksud dengan minuman
keras adalah semua jenis minuman beralkohol, tetapi bukan obat.
Penggolongan minuman
beralkohol:
1.
|
Golongan A
|
minuman keras dengan kadar
etanol 1 – 5 %
|
2.
|
Golongan B
|
minuman keras dengan kadar
etanol 5% - 20%
|
3.
|
Golongan C
|
minuman keras dengan kadar
etanol 20%-55%
|
% yang dimaksud adalah volume / volume pada
suhu 20oC.
Berdasarkan
Keputusan Presiden No.3 tahun 1997 tentang Minuman Beralkohol, Izin produksi
minuman beralkohol diberikan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI
sedangkan untuk izin peredarannya diberikan oleh Menteri Kesehatan (sekarang
Badan POM).
Larangan-larangan :
a.
|
Umum :
|
§ Lokasi penjualan keras seperti
restoran, kedai, bar atau tempat lain untuk diminum di tempat penjualan,
tidak boleh berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah dan rumah sakit
§ Dilarang memproduksi dan mengimpaor
minuman keras tanpa izin Menteri.
§ Dilarang mengedarkan minuman keras yang
mengandung Metanol lebih dari 0,1 % dihitung terhadap Etanol
§ Dilarang menjual / menyerahkan minuman
keras kepada anak dibawah umur 16
tahun
|
B.
|
Khusus :
|
§ Pada penyerahan minuman keras golongan
C kepada konsumen, pengecer minuman keras harus mencatat tanggal penyerahan,
nama dan alamat penerima, nomor dan tanggal paspor atau KTP dan jenis dan
jumlah minuman keras yang
bersangkutan.
§ Dilarang mengiklankan minuman keras
golongan C
|
J. Makanan Iradiasi
(Per.Men.Kes. RI
No. 826/Menkes/Per/XII/1987 tentang
Makanan Iradiasi)
Dasar
pertimbangan ditetapkannya Permenkes ini adalah
:
1.
Saat ini perkembangan penggunaan teknik radiasi
untuk kesejahteraan manusia sudah semakin maju,
termasuk teknik radiasi untuk pengawetan makanan.
2.
Penggunaan teknik radiasi untuk pengawetan makanan
yang sudah mencapai tingkat komersial harus tetap aman bagi masyarakat.
3.
Perlu diatur dan diawasi cara pengawetan makanan
dengan radiasi serta peredarannya, untuk
mencegah penggunaan teknik radiasi secara tidak terkendali.
Yang dimaksud dengan
:
a.
Makanan Iradiasi adalah setiap makanan yang
dikenakan sinar atau radiasi ionisasi, tanpa memandang sumber atau jangka
iradiasi ataupun sifat energi yang digunakan.
b.
Iradiasi adalah setiap prosedur, metoda atau
perlakuan secara fisika yang dimaksudkan untuk melakukan radiasi ionisasi pada
makanan, baik digunakan penyinaran tunggal atau beberapa penyinaran, asalkan
dosis maksimum yang diserap tidak melebihi dari yang diizinkan.
Makanan iradiasi
yang terkemas, sebelum diedarkan harus diberi label, yang mencantumkan :
1.
Logo dan
tulisan : “RADURA”
2.
Serta tulisan yang menyatakan tujuan radiasi, yaitu:
-
“Bebas serangga”
-
“Masa simpan diperpanjang”
-
“Bebas bakteri patogen”
-
“Pertunasan dihambat”.
-
Tulisan “Makanan Iradiasi” dan jika tidak
boleh di iradiasi ulang, dicantumkan tulisan “Tidak boleh diiradiasi ulang”.
Contoh makanan yang boleh
diiradiasi :
1.
Rempah-rempah kering, untuk mencegah / menghambat
pertumbuhan serangga
2.
Umbi-umbian
(kentang, bawang merah, bawang putih
dan rizoma), untuk menghambat
pertunasan.
3.
Biji-bijian, untuk mencegah pertumbuhan serangga
K. Garam Beryodium
(Keputusan Menkes RI No. 165/Menkes/SK/II/1986 tentang Persyaratan Garam Beryodium).
Dasar
pertimbangan ditetapkannya SK Menkes ini adalah menetapkan penggunaan garam
beryodium dalam rangka meningkatkan upaya penanggulangan kelainan akibat
kekurangan Yodium, khususnya penyakit gondok dan kretin endemik.
Kandungan yodium dalam garam beryodium
harus memenuhi syarat-syarat :
1.
Pada
tingkat produksi : harus mengandung KIO3 (Kalium Iodat) sebesar 40 – 50 ppm
(bagian persejuta) atau
40 – 50 g/kg KIO3.
2.
Pada
tingkat distribusi : harus mengandung Kalium Iodat sebesar 30 – 50 ppm (bagian persejuta) atau 30 – 50
mg/kg KIO3.
Garam konsumsi yang beredar di seluruh Indonesia adalah
garam dalam bentuk garam beryodium dalam negeri yang memenuhi persyaratan yang
ditetapkan oleh Menkes, dan pada label
juga dicantumkan tulisan “Garam
Beryodium”
L. Fortifikasi Tepung Terigu
(Keputusan Menkes RI No.
632/Menkes/SK/VI/1998 tentang Fortifikasi Tepung Terigu)
Dasar
pertimbangan ditetapkannya SK ini adalah dalam rangka penanggulangan kekurangan
zat gizi mikro serta untuk meningkatkan mutu pangan terutama tepung terigu,
perlu dilakukan fortifikasi khususnya dengan zat besi, seng, vitamin B-1, vitamin B-2 dan asam
folat.
Dalam
keputusan ini ditetapkan bahwa, tepung terigu yang diproduksi dan diedarkan
di
Indonesia harus mengandung
fortifikan sebagai berikut :
1.
Zat besi : 60 ppm
2.
Seng
: 30 ppm
3.
Vitamin B-1 (tiamin) : 2,5 ppm
4.
Vitamin B-2 (riboflavin) : 4 ppm
5.
Asam folat : 2 ppm
Selain
itu tepung terigu juga harus memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia
(SNI) dan industri tepung terigu harus
mempunyai Sertifikat SNI untuk setiap merk produk tepung terigu yang
diproduksinya.Produk lain yang harus mempunyai Sertifikat SNI yaitu Air Minum
Dalam Kemasan (AMDK) dan Garam Beryodium.
No comments:
Post a Comment